Tuesday, March 26, 2013
Bank BNI mengincar enam kartu kredit co-branding
Komunitas menjadi incaran perbankan guna mengenjot bisnis kartu kredit, salah satunya Bank BNI. Bank berlogo angka 46 ini akan menggenjot kartu kredit co-branding dengan menggandeng komunitas atau affinity card. Tahun ini, BNI berencana meluncurkan enam affinity card.
Tuesday, March 19, 2013
YG Entertainment Memiliki Strategi Pemasaran Unik Untuk Memulai Debut Lee Hi
YG Entertainment akan mmulai debut Lee Hi dengan single “1,2,3,4” pada tanggal 29 Oktober.
Dan mereka membuat strategi pemasaran khusus untuk membantu
mempromosikan debutnya, yakni dengan menggunakan balon yang sangat besar
dalam bentuk “1234″ terlihat melayang di atas markas YG Entertainment.
Seseorang pengemudi yang melalui jembatan Yanghwa merekam video dari
balon dan mengupload rekamannya pada sebuah portal komunitas online
dengan judul, “balon yang sangat besar di atas markas YG“.
Setelah melihat video ini, netizens berkomentar, “Itu mengagumkan”,
“cara yang cukup unik untuk promosi”, dan “Tidak sabar untuk debut Lee
Hi”.
Source : Allkpop
Indo Trans : Kpop World
SUMBER : http://kpopzone95.wordpress.com/2012/10/28/yg-entertainment-memiliki-strategi-pemasaran-unik-untuk-memulai-debut-lee-hi/
Belajar dari Strategi Kpop
Dewasa ini demam Kpop sedang menjamur. Sebagian masyarakat dunia sedang tekena virus kpop ini. Aliran musik ini tidak hanya untuk kelompok masyarakat tertentu, tapi kpop alias Korean Pop ini telah berhasil merangkul seluruh komponen masyarakat, mulai dari kelas rendah sampai ke kelas atas.
Aliran musik yang memiliki ciri khas
yaitu adanya grup musik yang bukan berupa penyanyi dan pemain musik seperti
biasa, namun grup Korean Pop ini memiliki beberapa anggota yang biasanya adalah
orang-orang dengan postur yang serupa dimana semua anggotanya ikut bernyanyi.
Belum selesai disitu, grup-grup kpop ini juga memiliki khas, yaitu dancing skill atau keahlian dalam seni
menari.
Kpop juga menjadi bahan pembicaraan
menarik untuk percakapan sehari-hari. Mulai dari musiknya yang khas dan
mayoritas terdengar ‘centil’, para selebritisnya yang mirip boneka, sampai
reality show yang dibintangi para group Korean pop ini.
Apa yang membuat kpop menjadi begitu
‘eksis’ di pasar internasional? Selain itu, bagaimana kpop bisa menjangkau
banyak daerah sehingga bisa berkembang sangat pesat dalam waktu yang bisa
dibilang sangat singkat?
Padahal sebelum ini para musisi-musisi barat sudah
menduduki peringkat nomer satu di industri musik internasional. Tapi dengan
cepat musik korea bisa naik ke peringkat atas dan mulai mendorong popularitas
musik barat yang sudah sekian lama berada di posisi atas.
Pemanfaatan media sosial adalah
kunci persebaran kpop yang luar biasa. Semua agensi hiburan di Korea
menggunakan media sosial untuk berinteraksi dan memperkenalkan ‘barang
dagangan’ mereka kepada dunia.
Bahkan tidak hanya nama para
selebritis yang melunjak karena bantuan media sosial ini. Bahkan nama-nama
agensi hiburan di korea pun ikut berkembang. Hampir semua kpop-ers pasti
mengetahui nama agensi dari grup yang mereka suka.
Hal ini juga telah membantu
agensi-agensi hiburan di korea untuk berkembang. Agensi – agensi besar seperti
SMTown, YG Entertainment, dan JYP merasakan keuntungan yang sangat besar
dari keberadaan media sosial.
Mereka mendapat keuntungan karena
grup-grup kpop yang berada di bawah naungannya menjadi sangat dikenal dan
menjadi salah satu sumber penghasilan terbesar untuk industri musik korea.
Tidak hanya keuntungan dalam hal
finansial, namun juga keuntungan dalam hal budaya dan persebarannya. Karena
boomingnya kpop, nama korea tentu saya ikut terseret di dalamnya. Banyak turis
yang ingin datang ke korea dan melihat langsung tempat-tempat yang pernah
dipakai oleh para selebriti untuk shooting video musik dan reality show.
Salah satu contoh yang sedang booming akhir-akhir ini, yaitu debutnya
grup baru bernama Exo yang dibagi menjadi 2 subgrub yaitu EXO K dan EXO M. Grup
ini dirilis oleh SMTown Entertainment sekitar 2 bulan yang lalu. Selain itu ada
juga rumor tentang YG Entertainment yang akan segera meriliskan girl group baru yang bernama Supearls.
Sejak sebelum debut, EXO dan
Supearls sudah menjadi bahan pembicaraan yang sering diangkat oleh para
kpopers. Hal-hal seperti ini bisa terjadi karena para agensi-agensi itu rajin mengupdate
informasi dan teaser-teaser tentang
grup yang akan mereka rilis melalui sosial media yang mayoritas adalah Youtube
dan Twitter.
Youtube, Facebook, dan Twitter
digunakan secara maksimal oleh agensi-agensi hiburan besar korea untuk membantu
kpop berkembang. Hal ini memang baru dalam dunia industri musik. Karena itu,
hal ini menjadi strategi pemasaran yang kuat dan tidak mudah dipatahkan.
Twitter adalah media yang mudah
digunakan dalam dunia hiburan ini karena hampir semua orang memiliki akun
twitter. Salah satu teknik pemasaran lewat twitter adalah membuat akun-akun
pribadi untuk para selebriti.
Dari situ, para selebriti diminta untuk rajin membuat tweet
tentang diri mereka. Mulai dari informasi yang tidak penting seperti memberi tahu
kalau dia sedang bahagia, hingga informasi besar seperti tanggal konser, tanggal
debut, dan sebagainya.
Media sosial kedua yang juga tidak kalah penting untuk
persebaran kpop adalah Facebook. Media ini lebih mendukung persebaran kpop dibandingkan
Twitter. Tidak seperti twitter yang sifatnya lebih personal, dalam facebook
biasanya para selebriti tidak membuat akun pribadi.
Akun yang dibuat adalah jenis akun fanpage yaitu milik perusahaan alias agensi-agensi tersebut.
Biasanya akun-akun tersebut akan memberikan informasi yang lebih jelas
dibandingkan informasi yang biasanya didapat dari twitter. Informasi di
facebook bisa lebih banyak karena facebook menyediakan fasilitas yang berbeda
dengan twitter. Facebook memberikan kesempatan pada pemilik akun untuk bisa menulis banyak hal
dan tidak terbatas dengan jumlah huruf.
Sosial media yang paling penting dan merupakan media yang
berperan paling banyak dalam perkembangan kpop adalah Youtube. Biasanya para
agensi kpop memiliki satu channel
youtube utama dan memiliki beberapa channel
sampingan yang dikhususkan untuk
grup-grup tertentu milik mereka.
Di Youtube, para agensi itu mengupload video-video mengenai
artis mereka. Kebanyakan video yang di upload adalah video musik. Namun tidak
melulu video music yang diupload. Kadang ada juga video-video ucapan selamat
dan tentang konser mereka.
Jadi, media sosial adalah media yang sangat diperlukan oleh
korean wave untuk tetap berkembang dan tetap menjadi musik papan atas di dunia industry
hiburan internasional.
sumber : http://alianfitra.blogspot.com/2012/09/belajar-dari-strategi-kpop.html
KEHATI-HATIAN DALAM BISNIS FRANCHISE !
Bila franchisor berjanji bisa
membukukan BEP dalam waktu singkat jangan langsung dipercaya. Perlu
kehati-hatian dalam memilih franchise yang prospektif. Apa saja yang
perlu diperhatikan dlam bisnis waralaba ?
Bisnis
harus melahirkan profit. Prinsip itulah yang harus dipegang oleh para
franchisee atau pembeli waralaba dalam menentukan pilihannya. Jangan
pernah terkecoh oleh manisnya janji-janji para franchisor. Tetapi bukan
berarti Anda harus mengedepankan kecurigaan yang berlebihan. Franchise
terbukti banyak memberikan keuntungan terhadap para investornya. Hanya
saja kejelian perlu dimiliki oleh para calon investor.
Sinyalemen Ketua Asosiasi Franchise Indonesia (AFI), Anang Sukandar perlu menjadi perhatian para franchisee. Disebutkan, dari 129 franchise lokal, hanya 15%-nya saja yang franchiseable atau memenuhi syarat sebagai franchise. Sisanya belum bisa dikategorikan sebagai usaha franchise tetapi sudah mengklaim sebagai usaha waralaba. Mereka ini baru bisa dimasukkan sebagai business opportunity.
Lalu apa yang harus menjadi pegangan bagi franchisee dalam memilih waralaba? Secara instan, ada dua hal yang perlu menjadi perhatian para franchisee sebelum membeli sebuah usaha franchise. Pertama, usaha yang difranchisekan tersebut harus sukses dahulu. Bagaimana membuktikannya? Sebuah usaha franchise bisa dikategorikan sukses dapat dibuktikan dengan neraca keuangan rugi laba. Bisa juga dibuktikan dengan kasat mata lewat jumlah customer, misalnya antrian pelanggan di counter usaha tersebut.
Kedua, usaha tersebut memiliki keunikan atau differensiasi. Kunikan yang dimiliki usaha tersebut untuk membedakan dengan usaha-usaha lainnya yang sejenis di industrinya. Mengapa keunikan ini penting? Karena keunikan ini menjadi nilai tambah yang akan menjadi daya tarik bagi customer. Keunikan bisa ditentukan dari produknya, bisa juga lewat layanannya. Sekedar contoh, gado-gado yang menambah bumbunya dengan kacang mede akan berbeda dengan bumbu kacang tanah saja. Jadi, tambahan kacang mede tersebut akan menambah nikmat rasa bumbu gado-gado. Itulah keunikan atau differensiasi.
Lainnya yang juga penting diperhatikan oleh para franchisee adalah usaha franchise yang ditawarkan tersebut harus mempunyai sistem dan standar operasional yang baku. Konsep ini pun implementasinya harus sudah teruji di lapangan, tidak hanya sekedar teori. Maka, tidak salah jika calon investor mencoba untuk mengenal dapur operationalnya secara dalam.Yang tidak kalah penting, franchisee juga perlu mengenal program pemasaran dari franchisor. Program pemasaran ini berkaitan erat dengan masa depan usaha menghadapi tingkat persaingan di industrinya. Program pemasaran franchisor tidak bisa diabaikan begitu saja karena menyangkut upaya untuk meningkatkan awareness dan image brand dari waktu ke waktu.
Investigasi
Sekali lagi, kehati-hatian menjadi factor penting bagi franchisee dalam memilih franchise untuk menghindari kegagalan di masa depan. Sekarang ini, perkembangan usaha franchise sangat pesat dan terus tumbuh seperti cendawan di musim hujan. Tetapi, data yang ada menunjukkan peluang sukses waralaba baru 60%. Fakta tersebut kalah jauh dibandingkan dengan di Amerika yang peluang suksesnya di atas 90%. Karena itu, franchisee perlu melakukan investigasi terhadap usaha yang diliriknya sebelum memutuskan untuk membelinya.
Investigasi yang perlu dilakukan para franchise menyangkut, pertama, kredibilitas dan akuntabilitas franchisor serta bisnis franchise-nya. Mengapa ini perlu dilakukan? Setidaknya untuk mendapatkan jawaban yang lebih pasti bahwa usaha yang akan dibeli itu bisa diandalkan. Caranya, periksa reputasi perusahaan tersebut dan nama-nama pemegang sahamnya. Para franchisee bisa mengusut dan menanyakan siapa para CEO-nya, latar belakang mereka dan bagaimana komitmen mereka terhadap usahanya itu. Jika mereka termasuk yang hit and run, sebaiknya ditinggalkan saja.
Kedua, Franchisee juga perlu mengetahui secara jeli struktur organisasi dari perusahaan franchise dan fungsi dari bidang masing-masing. Kenapa ini perlu? Perusahaan yang tidak solid, sudah pasti tidak akan bisa bertahan lama. Nah, kekompakan sebuah perusahaan bisa dilihat dari struktur organisasinya dan staf-stafnya yang mengisi pos masing-masing bagian. Mereka yang mengisi pos-pos di setiap bagian struktur organisasi tersebut yang akan membantu dan memberikan support kepada para franchisee. Jika tidak solid dan tidak kapabel, bagaimana mungkin bisa memberikan advice kepada para franchisee.
Ketiga, jangan hanya mengandalkan investigasi dari luar, lakukan juga dari dalam perusahaan franchisor. Langkah ini perlu dilakukan untuk mengukur klaim yang dilakukan franchisor kepada para investornya. Caranya, datangi perusahaan franchisor, amati suasana dan keadaan di perusahaan tersebut. Cobalah berbicara dengan para staf di perusahaan tersebut untuk mengetahui sistem bantuan yang akan diberikan nantinya.
Keempat, cari tahu siapa saja para franchisee dari usahan tersebut dan berdialoglah dengan mereka. Sebab, dari mereka ini informasi bisa didapat lebih objektif, sekaligus untuk mendapatkan data penjualan dan kemungkinan keuntungan yang bisa diraih. Jika ada mantan franchisee dari usaha ini, perlu juga dikejar untuk mengetahui sebab-sebab pemutusan hubungan.
Kelima, bandingkan dengan dua atau tiga usaha franchise sejenis atawa kompetitornya untuk mendapatkan perbandingan yang lebih objektif sebelum memutuskan membelinya. Bisa jadi, punya kompetitor usaha franchise tersebut jauh lebih baik.
Terakhir, cari second opinion dari sang ahli atau para konsultan franchise sebelum memutuskan membeli waralaba. Pendapat para ahli ini bisa menjadi panduan paling sempurna untuk menghindari berbagai kemungkinan yang tidak diinginkan, baik menyangkut hukum, brand peruahaan maupun peluang bisnisnya.
Sumber : Majalah Franchise
Sinyalemen Ketua Asosiasi Franchise Indonesia (AFI), Anang Sukandar perlu menjadi perhatian para franchisee. Disebutkan, dari 129 franchise lokal, hanya 15%-nya saja yang franchiseable atau memenuhi syarat sebagai franchise. Sisanya belum bisa dikategorikan sebagai usaha franchise tetapi sudah mengklaim sebagai usaha waralaba. Mereka ini baru bisa dimasukkan sebagai business opportunity.
Lalu apa yang harus menjadi pegangan bagi franchisee dalam memilih waralaba? Secara instan, ada dua hal yang perlu menjadi perhatian para franchisee sebelum membeli sebuah usaha franchise. Pertama, usaha yang difranchisekan tersebut harus sukses dahulu. Bagaimana membuktikannya? Sebuah usaha franchise bisa dikategorikan sukses dapat dibuktikan dengan neraca keuangan rugi laba. Bisa juga dibuktikan dengan kasat mata lewat jumlah customer, misalnya antrian pelanggan di counter usaha tersebut.
Kedua, usaha tersebut memiliki keunikan atau differensiasi. Kunikan yang dimiliki usaha tersebut untuk membedakan dengan usaha-usaha lainnya yang sejenis di industrinya. Mengapa keunikan ini penting? Karena keunikan ini menjadi nilai tambah yang akan menjadi daya tarik bagi customer. Keunikan bisa ditentukan dari produknya, bisa juga lewat layanannya. Sekedar contoh, gado-gado yang menambah bumbunya dengan kacang mede akan berbeda dengan bumbu kacang tanah saja. Jadi, tambahan kacang mede tersebut akan menambah nikmat rasa bumbu gado-gado. Itulah keunikan atau differensiasi.
Lainnya yang juga penting diperhatikan oleh para franchisee adalah usaha franchise yang ditawarkan tersebut harus mempunyai sistem dan standar operasional yang baku. Konsep ini pun implementasinya harus sudah teruji di lapangan, tidak hanya sekedar teori. Maka, tidak salah jika calon investor mencoba untuk mengenal dapur operationalnya secara dalam.Yang tidak kalah penting, franchisee juga perlu mengenal program pemasaran dari franchisor. Program pemasaran ini berkaitan erat dengan masa depan usaha menghadapi tingkat persaingan di industrinya. Program pemasaran franchisor tidak bisa diabaikan begitu saja karena menyangkut upaya untuk meningkatkan awareness dan image brand dari waktu ke waktu.
Investigasi
Sekali lagi, kehati-hatian menjadi factor penting bagi franchisee dalam memilih franchise untuk menghindari kegagalan di masa depan. Sekarang ini, perkembangan usaha franchise sangat pesat dan terus tumbuh seperti cendawan di musim hujan. Tetapi, data yang ada menunjukkan peluang sukses waralaba baru 60%. Fakta tersebut kalah jauh dibandingkan dengan di Amerika yang peluang suksesnya di atas 90%. Karena itu, franchisee perlu melakukan investigasi terhadap usaha yang diliriknya sebelum memutuskan untuk membelinya.
Investigasi yang perlu dilakukan para franchise menyangkut, pertama, kredibilitas dan akuntabilitas franchisor serta bisnis franchise-nya. Mengapa ini perlu dilakukan? Setidaknya untuk mendapatkan jawaban yang lebih pasti bahwa usaha yang akan dibeli itu bisa diandalkan. Caranya, periksa reputasi perusahaan tersebut dan nama-nama pemegang sahamnya. Para franchisee bisa mengusut dan menanyakan siapa para CEO-nya, latar belakang mereka dan bagaimana komitmen mereka terhadap usahanya itu. Jika mereka termasuk yang hit and run, sebaiknya ditinggalkan saja.
Kedua, Franchisee juga perlu mengetahui secara jeli struktur organisasi dari perusahaan franchise dan fungsi dari bidang masing-masing. Kenapa ini perlu? Perusahaan yang tidak solid, sudah pasti tidak akan bisa bertahan lama. Nah, kekompakan sebuah perusahaan bisa dilihat dari struktur organisasinya dan staf-stafnya yang mengisi pos masing-masing bagian. Mereka yang mengisi pos-pos di setiap bagian struktur organisasi tersebut yang akan membantu dan memberikan support kepada para franchisee. Jika tidak solid dan tidak kapabel, bagaimana mungkin bisa memberikan advice kepada para franchisee.
Ketiga, jangan hanya mengandalkan investigasi dari luar, lakukan juga dari dalam perusahaan franchisor. Langkah ini perlu dilakukan untuk mengukur klaim yang dilakukan franchisor kepada para investornya. Caranya, datangi perusahaan franchisor, amati suasana dan keadaan di perusahaan tersebut. Cobalah berbicara dengan para staf di perusahaan tersebut untuk mengetahui sistem bantuan yang akan diberikan nantinya.
Keempat, cari tahu siapa saja para franchisee dari usahan tersebut dan berdialoglah dengan mereka. Sebab, dari mereka ini informasi bisa didapat lebih objektif, sekaligus untuk mendapatkan data penjualan dan kemungkinan keuntungan yang bisa diraih. Jika ada mantan franchisee dari usaha ini, perlu juga dikejar untuk mengetahui sebab-sebab pemutusan hubungan.
Kelima, bandingkan dengan dua atau tiga usaha franchise sejenis atawa kompetitornya untuk mendapatkan perbandingan yang lebih objektif sebelum memutuskan membelinya. Bisa jadi, punya kompetitor usaha franchise tersebut jauh lebih baik.
Terakhir, cari second opinion dari sang ahli atau para konsultan franchise sebelum memutuskan membeli waralaba. Pendapat para ahli ini bisa menjadi panduan paling sempurna untuk menghindari berbagai kemungkinan yang tidak diinginkan, baik menyangkut hukum, brand peruahaan maupun peluang bisnisnya.
Sumber : Majalah Franchise
Sony Revises Expected Loss to $6.4 Billion
TOKYO — Sony
more than doubled its projected net loss for the past financial year to
¥520 billion, its worst loss ever, as an additional tax expense hurt a
company already battered by heavy losses in its television business, a
strong yen and natural disasters in Japan and overseas.
Tomohiro Ohsumi/Bloomberg News
Masaru Kato, the chief financial officer, said Sony was revamping to become profitable again.
During a news conference at its headquarters in Tokyo on the projected
annual loss, equivalent to $6.4 billion, the electronics and
entertainment company stopped short of confirming reports that it
planned to eliminate 10,000 jobs, a weighty move in a country where
staff cuts are considered a breach of a company’s social contract.
But the chief financial officer, Masaru Kato, said that all options were
under consideration as Sony pushes ahead with a restructuring drive.
The company expects the effort will catapult it back to profitability
for the current financial year, which ends next March, with an operating
profit of ¥180 billion.
“We will force through reforms, and there will be no sacred cows,” Mr.
Kato said. “The company management takes these numbers very seriously.”
The projected loss for the year that ended March 31 underscores the
grave challenges facing Kazuo Hirai, who succeeded Howard Stringer at
Sony’s helm this month. Once a much-emulated and coveted darling of the
technology industry, Sony is a shadow of its former self, its problems
mirroring a wider decline in the Japanese consumer electronics industry.
Another struggling electronics maker, Sharp, announced Tuesday that it
now expected a loss of ¥380 billion for the financial year that ended
March 31, also far worse than its previous forecast of ¥290 billion.
But the fall has been most spectacular at Sony, which has long lost its
dominance in portable music players, unable to translate its Walkman
success into the modern era. Sony’s television business, which has not
been able to recover from a delay in developing flat-panel models and
has more recently been badly hurt by price competition from rivals, has
not posted a profit in years.
Mr. Kato said that tepid sales of TVs, especially in the United States,
Sony’s biggest market, were hurting profitability most at the
manufacturer. But he also blamed the strong yen, which has battered
Sony’s profitability abroad, as well as the lingering effects of damage
from the tsunami in Japan last year and flooding in the manufacturing
hub of Thailand.
The immediate losses, however, came from an additional tax expense of
¥300 billion in the financial fourth quarter because of a revaluation of
tax credits in the United States that are unlikely to be utilized
because of annual losses. The latest forecast is more than twice Sony’s
previous projection, made in February, for a net loss of ¥220 billion.
Following the announcement by Sony, the Japanese credit ratings agency
R&I put Sony on watch for a downgrade, saying that the manufacturer
would require time to bolster profitability. The agency currently rates
Sony at A+, five notches down from its top rating.
“In light of Sony’s business portfolio centered on television, the
business environment is challenging, and R&I is increasingly
concerned that improvement in revenue and expenditure will require
further time,” the agency said in a news release
.
One important challenge will be how much Sony will be able to reduce its
bloated work force. It employs 168,200 people worldwide, most of them
in Japan, where cuts are difficult under strict labor law and
deep-rooted expectations for lifetime employment. A top executive
involved with Sony’s last round of cuts, in 2008, which sought to
eliminate 16,000 jobs, said he had been surprised to find that many of
those supposedly taken off the company payroll had eventually bounced
back to positions at the company or at subsidiaries.
Mr. Kato said that any job cuts would include positions from a liquid
crystal display unit and small chemical business, which are being spun
off from Sony. But the Nikkei business daily, which first reported the
larger job-cut figure, said that jobs were likely to go from Sony’s
money-losing TV business.
Another challenge will be reaping the benefits of a long-elusive
strategy at Sony of bringing together its entertainment properties —
which include the music of the late Michael Jackson, the blockbuster
Spiderman movie franchise and popular video game titles like Gran
Turismo — and its electronics. Company executives have long said that
strategy would help differentiate Sony gadgets in an increasingly
commoditized industry.
But Sony has stumbled on its online networks, the crucial link between
its software and hardware offerings, falling far behind companies like
Apple in offering content over the Internet.
Analysts also point out that Sony needs to focus its resources on its
strengths, like its entertainment and video games units, and abandon
areas, like televisions, in which it is no longer competitive. But Mr.
Hirai has previously denied that Sony would go so far, saying the
company was not prepared to give up on such a central and time-honored
business.
Sony shares fell 3.5 percent in Tokyo before the announcement, while the
benchmark Nikkei index fell 0.1 percent. The company’s shares have
almost halved in value in little more than a year. The decline Tuesday
was the biggest one-day drop in three weeks.
By HIROKO TABUCHI
A version of this article appeared in print on April 11, 2012, on page B3 of the New York edition with the headline: Sony Doubles Its 2012 Loss Forecast and Hints at More Layoffs.
Strategi Bisnis Lion Air Menembus Langit Biru
Tentu saja pendapatan bisnis Lion juga turut terbang mengangkasa. Tahun 2009, total pendapatan mereka sekitar 6 trilyun (dan sekali lagi, ini hanya dicapai dalam waktu yang relatif pendek, yakni hanya sepuluh tahun.
Tak banyak perusahaan di tanah air yang bisa menembus angka penjualan 6 trilyun hanya dalam 10 tahun berdirinya). Jumlah penumpang Lion tahun lalu menembus angka 13 juta, dan ini artinya menggusur jumlah penumpang Garuda (hanya 8,3 juta), sebuah maskapai yang jauh lebih tua usianya.
Ada beberapa poin mengenai strategi bisnis yang bisa diambil dari kisah spektakuler Lion Air ini. Yang pertama, negara kepulauan seperti Indonesia memang sebuah lokasi yang nyaris sempurna bagi kehadiran sebuah bisnis penerbangan. Dan Lion Air memasuki pasar yang amat menggiurkan itu dengan strategi bisnis yang tergolong baru pada zamannya : low cost airline.
Melalui strategis bisnis low cost itulah, Lion Air kemudian mampu mengejawantahkan tagline-nya yang brilian itu : we make people fly - membuat setiap orang, mulai dari pedagang kain dari Ternate, ibu-ibu rumah tangga dari Medan, petani jeruk dari Pontianak, atau mahasiswa dari Papua, bisa punya kesempatan terbang menembus langit nusantara.
Catatan yang kedua, pertumbuhan bisnis yang fenomenal itu juga segera disertai dengan strategi pembelian armada pesawat baru yang agresif. Dunia penerbangan Asia sungguh tercengang, ketika Lion Air mendeklarasikan akan membeli 178 pesawat Boeing seri terbaru, yakni 737 – 900 ER (extended range, body lebih panjang). Harap diketahui, harga satu pesawat baru seri 737 – 900 itu adalah sekitar Rp 600 milyar. (Berdasar estimasi, dana Rp 600 milyar itu akan balik modal hanya jika pesawatnya telah dioperasikan sekitar 25 tahun. Ini memang bisnis jangka panjang).
Dengan armada yang demikian masif, dan dengan harga tiket yang kompetitif, Lion Air memang ingin terus terbang tinggi, termasuk menguasai langit wilayah Asia (jadi bukan hanya Indonesia). Impian ini mungkin bisa menjadi kenyataan jika, dan hanya jika, mereka melakukan perbaikan dalam dua aspek kunci : manajemen keselamatan dan keramahan pramugari.
Sebagai orang yang hampir tiap minggu pergi dengan pesawat udara (dan jujur saja : naik pesawat adalah salah satu hal yang paling saya benci karena saya takut ketinggian); maka saya melihat masih banyak ruang yang harus diperbaiki oleh Lion Air dalam aspek keselamatan kerjanya.
Acap disana sini saya melihat bagian kecil pesawat yang kelihatannya tidak dipelihara atau dirawat dengan rapi (pegangan kursi yang retak, engsel bagasi yang sidah aus, sabuk pengaman yang macet; ban yang gundul, speaker yang gemerisik suaranya…..). Hal-hal kecil semacam ini biasanya indikasi masalah besar dikemudian hari. Lion Air harus segera menaruh perhatian serius dan dana yang memadai untuk segera meningkatkan mutu pemeliharaan pesawat dan keselamatan aramadanya. Jika tidak, mereka mungkin bisa mengalami nasib tragis seperti Adam Air yang lenyap ke laut itu.
Keramahan pramugari Lion Air saya rasa yang paling buruk di antara maskapai lainnya. Benar, mereka perempuan muda yang segar nan cantik rupawan, namun pelayanan dan keramahan mereka acap sungguh memilukan. Mereka nyaris tak pernah menyapa para penumpang dengan “hati”, dengan passion. Wajah mereka yang rupawan itu bagi saya sering jadi seperti robot tanpa jiwa, tanpa soul. Pelayanan semacam itu tentu sebuah tragedi jika terus dilanjutkan.
Kalau saja saya menjadi pengelola SDM di Lion Air, tentu saja kompetensi pramugari semacam itu harus segera dirombak habis-habisan. Mulai dari soal rekrutmen pramugrasi, pelatihannya hingga sistem remunerasinya.
Kalau saja dua aspek itu, yakni aspek keselamatan kerja serta kualitas layanan pramugrasi bisa dibenahi dengan radikal, maka Lion Air pasti akan bisa terbang lebih tinggi. Dan cita-cita mereka untuk menjadi penguasa langit Asia – dan bukan hanya Indonesia – mungkin bisa menjadi kenyataan.
sumber : http://strategimanajemen.net/2010/03/08/melacak-strategi-bisnis-lion-air/
Mengapa Apple, Samsung dan LG Suatu Saat juga akan Roboh?
Tulisan saya minggu lalu yang berjudul The Death of Samurai : Robohnya Sony, Panasonic, Sharp, Toshiba dan Sanyo
mendapatkan reaksi luas. Puluhan milis mengangkat tema itu sebagai
bahan diskusi, mulai dari milis manajemen, milis komunitas, hingga milis
humor (ajaib, apa hubungannya humor dengan kejatuhan Pansonic yaks?).
Beberapa manajer yang bekerja di perusahaan elektronik Jepang (dan
pabriknya ada di Indonesia) merasa sangat terusik dengan tulisan itu.
Mereka bilang tulisan itu tendensius, provokatif dan hanya mengabarkan
informasi palsu. Doh.
Pesan tulisan itu sejatinya amat sederhana : di dunia ini sungguh
tidak pernah ada keabadian. Perubahan bisnis berlangsung dengan
dramatis, sehingga satu-satunya yang abadi adalah perubahan itu sendiri (the only permanent is change itself).
Apple, Samsung dan LG yang kini menjadi dewa dalam panggung
elektronika global, suatu saat niscaya juga akan terpelanting. Lalu apa
saja elemen yang membuat sebuah perusahaan – sedahsyat Apple sekalipun —
bisa roboh, dan apa yang kudu dihindari; akan kita racik sebagai sajian
renyah di Senin pagi ini.
Limbungnya perusahaan seperti Sony dan Sharp sebenarnya hanya merupakan siklus sejarah yang kembali berulang.
Dulu kita pernah kenal merk televisi & audio seperti Grundig,
Blaupunkt, dan JVC. Mereka semua dilibas oleh Panasonic dan Sony pada
era tahun 80-an. Nah sekarang giliran Sony dan Panasonic yang ditendang
oleh duet Samsung dan LG. Suatu hari nanti, duet Korea ini mungkin juga
akan terkoyak oleh some companies from somewhere (mungkin dari China dan
Indonesia. Who knows?).
Lalu apa yang sebenarnya membuat sebuah perusahaan bisa jaya, lalu
semaput dan kemudian mati? Dari beragam studi terhadap bangkit dan
robohnya sebuah perusahaan skala dunia, kita mencatat ada tiga variabel
yang layak distabilo.
Variabel # 1 : Visionary CEO. Kebangkitan sebuah
perusahaan skala dunia hampir selalu dipicu oleh founder and CEO yang
visioner. Apple pernah punya Steve Jobs. Microsoft pernah punya Bill
Gates. Sony dulu punya sang legenda Akio Morita. Dan Panasonic memiliki
pendiri hebat bernama Konosuke Matsushita.
Sebaliknya, nyungsep-nya sebuah perusahaan juga lazim dimulai dengan sosok CEO yang abal-abal, alias tidak perform.
Sony kini limbung lantaran gagal menemukan sosok pengganti yang
sehebat Akio Morita (kini Sony malah dipimpin oleh ekspat dari USA).
Microsoft sama. Sudah sepuluh tahun harga saham Micorosft stagnan
lantaran CEO mereka sekarang, Steve Ballmer, tidaklah se-tajir Bill
Gates. Sebaliknya, Samsung terus melejit karena mereka punya CEO bernama
Lee Kun Hee – sosok visioner yang dianggap sebagai The Steve Jobs of
Korea.
Itulah kenapa, memprediksi kejayaan sebuah perusahaan dunia
sebenarnya simpel : lihatlah level kecakapan dan track record CEO
mereka.
Variabel # 2 : Arrogance Syndrome. Ini penyakit
psikologis yang ternyata banyak di-idap oleh perusahaan-perusahaan
besar. Bertahun-tahun menjadi market leader, membuat mereka pelan-pelan
terjangkiti sindrom arogansi, dan acap jadi myopia (rabun) dengan
dinamika perubahan.
Pada sisi lain, posisi sebagai underdog biasanya justru akan memicu
fighting spirit yang dahsyat. Samsung dan LG dulu dianggap sebagai
underdog sehingga amat bersemangat menjatuhkan Sony dkk.
Dan tekad itu menjadi “lebih mudah” lantaran pada saat yang bersamaan
perusahaan-perusahaan elektronika raksasa Jepang tergelincir dalam
“sindrom arogansi” yang membuat mereka terlena dalam kebesaran.
Pelajaran pahit itu yang kini coba diserap oleh Toyota. Petinggi
mereka bilang : “Perusahaan mobil yang paling kami takuti bukan BMW atau
Merceds Benz. Tapi Hyundai. Kami tidak ingin tragedi Sony menimpa pada
diri kami”.
Maka benarlah senandung dari Andy Groove, pendiri Intel yang pernah bilang : Only paranoid will survive. Lengah sedikit, mati.
Variabel # 3 : Creative Destruction. Ini sebuah
konsep radikal yang berbunyi seperti ini : bunuhlah produk Anda sendiri,
sebelum kompetitor menyeretnya ke lubang kuburan. Kodak terlambat
membunuh produk kamera mereka, dan akhirnya mati. Produsen disket gagal
membunuh produk mereka, dan kini lenyap. Nokia telat membunuh symbian,
dan kini mereka terkaing-kaing di bibir kematian.
Pesannya lugas : Anda tidak boleh terlalu jatuh cinta dengan produk
Anda sendiri. Suatu saat Anda harus tega menguburnya, dan lalu segera
pindah membangun produk baru yang mungkin sama sekali berbeda. Tidak
mudah. Apalagi jika produk lama itu masih laris.
Itu yang namanya “innovator dilemma” : perusahaan gamang melakukan
inovasi sebab takut ini akan membunuh produknya sendiri. Tapi ini yang
harus dilakukan, sebelum kompetitor melakukannya dengan brutal dan tanpa
ampun. Anda harus berani melakukan “Creative Destruction”.
Itulah tiga variable kunci yang layak dicatat untuk membuat sebuah
perusahaan berkelit dari kematian yang prematur. Setidaknya, dengan
pemahaman ini, sebuah perusahaan bisa tetap hidup hingga 100 atau 200
tahun lagi.
Meski kita semua tetap sadar : dalam dunia yang fana ini, tidak pernah ada keabadian.
Written by
Yodhia Antariksa
Sunday, March 17, 2013
ASRI akan rilis obligasi US$ 250 juta
JAKARTA. Bisnis properti yang masih menjanjikan membuat PT Alam
Sutera Realty Tbk (ASRI) gencar mencari pendanaan. Kali ini, ASRI akan
menawarkan obligasi berdenominasi dollar Amerika Serikat sekitar US$ 250 juta
Subscribe to:
Posts (Atom)